Penjelasan Hadits Arbain ke-14 : Hadits tentang Tidak Halalnya Darah Seorang Muslim
Insan Kamil Kota Bima - Penjelasan Hadits Arbain ke-14 : Hadits tentang Tidak Halalnya Darah Seorang Muslim
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Tidak halal darah seorang Muslim, kecuali karena salah satu dari tidak perkara: Orang yang sudah menikah yang melakukan zina, jiwa (dibalas) dengan jiwa, dan orang yang meninggalkan agamanya lagi memisahkan diri dari jamaah (kaum Muslimin)’.” (HR. Bukhari No. 6878 dan Muslim No. 1676)
Kandungan Hadits
Pada dasarnya, darah seorang muslim itu terjaga (haram), tidah boleh ditumpahkan. Jika dia telah masuk Islam, mengucapkan dua kalimat syahadat, mengerjakan shalat, dan menunaikan zakat, maka darahnya haram dan hartanya haram. Ini adalah hukum asalnya. Kondisi asal ini tidak boleh kita ubah.
Tidak halal darah seorang muslim kecuali dengan hak Islam. Di antara hak-hak Islam adalah tiga perkara yang disebutan di dalam hadits ini.
1. Berzina dalam keadaan sudah pernah menikah.
Jika seseorang berzina sementara dia sudah pernah menikah (muhshan), maka hukumannya adalah dirajam hingga mati. Wajib bagi pemerintah (waliyyul amr) untuk menegakkan hukuman ini. Dan wewenang untuk menegakkan hukuman ini hanya dimiliki oleh pemerintahan yang sah. Tidak boleh bagi umat Islam untuk main hakim sendiri.
Sedangkan jika yang berzina adalah seorang lajang (belum menikah), maka hukumannya adalah dihukum cambuk 100 kali.
2. Membunuh sesama muslim dengan sengaja dan dengan alat yang mematikan.
Dalam hal ini, berlaku hukum qishash. Jiwa dibalas dengan jiwa. Namun jika ahli waris memaafkan pelaku pembunuhan, hukum qishash bisa diganti dengan membayar diyat. Adapun jika secara tidak sengaja membunuh orang lain, maka tidak berlaku hukum qishash.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman ;
“Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, …” QS. Al Maidah [5] : 45
Hukum qishash pada asalnya adalah hukum yang Allah Subhanahu wa Ta’ala syariatkan pada masa Nabi Musa ‘alaihissalam dan dikuatkan lagi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala pada zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Wewenang untuk menegakkan hukuman ini juga hanya dimiliki oleh pemerintahan yang sah. Tidak boleh bagi umat Islam untuk main hakim sendiri.
3. Meninggalkan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala (agama Islam) dan berlepas diri dari jama’ah umat Islam (murtad).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda ;
“Barangsiapa menukar agamanya, maka bunuhlah ia.” HR. Bukhari, Ahmad, Abu Dawud, dan lainnya
Hal ini pun wewenang pemerintah.
Ketiganya adalah dosa-dosa besar yang mana wajib bagi kita untuk menghindarinya. Wallahu a’lam.
Sumber : ngaji.id